ENG | ID

berita

logo_ojk

Peluang Percepatan Pertumbuhan Perusahaan Fintech Indonesia Melalui Initial Public Offering (IPO) di Pasar Modal

12 April 2021

Peluang Percepatan Pertumbuhan Perusahaan Fintech Indonesia

Melalui Initial Public Offering (IPO) di Pasar Modal

 

Jakarta, 31 Maret 2021. Pertumbuhan industri fintech di Indonesia terus meningkat. Hal ini dapat dilihat dari naiknya jumlah penyelenggara fintech yang memiliki status perizinan, ragam layanan keuangan digital yang ditawarkan, serta tingkat pemanfaatannya di masyarakat. Menurut laporan dari CCAF, ADB Institute dan Fintech Space, lebih dari 17% penyelenggara fintech di ASEAN berada di Indonesia, atau kedua terbanyak setelah Singapura. Ragam layanan keuangan digital yang ditawarkan oleh penyelenggara fintech di Indonesia kepada masyarakat saat ini juga sudah semakin beragam. Tidak terbatas pada pembayaran elektronik dan P2P lending, fintech juga menawarkan layanan jasa keuangan seperti: asuransi, perencana/penasihat keuangan, serta investasi retail online. Sebagai akibatnya, adopsi fintech di masyarakat Indonesia terus meningkat. Pembatasan sosial yang terjadi pada masa pandemi saat ini juga telah semakin mendorong pemanfaatan fintech. Jumlah uang elektronik beredar, misalnya, di bulan Februari 2021 telah melebihi 456 juta atau meningkat lebih dari 43% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (sumber: Bank Indonesia); sementara akumulasi penyaluran pinjaman melalui fintech P2P lending mencapai lebih dari IDR 169 triliun atau meningkat sebesar 6.23% dibandingkan bulan Februari 2020 (sumber: OJK).

Pertumbuhan industri fintech diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan percepatan digitalisasi serta literasi keuangan masyarakat. Performa dari perusahaan/penyelenggara fintech juga diekspektasi akan terus meningkat, meski tidak lepas dari berbagai tantangan termasuk permodalan perusahaan. Terkait dengan hal ini, Survei Anggota Tahunan Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) 2019/2020 menunjukkan bahwa ±28% perusahaan fintech mendapatkan permodalannya dari ekuitas swasta, 23% dari dana sendiri, 19% dari angel investor, dan 13% dari modal ventura (venture capital). Pemanfaatan bursa, khususnya melalui Initial Public Offering (IPO) sebagai salah satu opsi untuk mendukung permodalan penyelenggara fintech yang umum dilakukan diluar negeri, saat ini di Indonesia belum banyak digunakan.

Guna membahas potensi mekanisme IPO dalam rangka mendukung permodalan penyelenggara fintech di Indonesia, termasuk potensi dan tantangannya, maka Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) bekerjasama dengan PT Bursa Efek Indonesia melalui IDX Incubator menyelenggarakan FinTech Talk dengan tema “Akselerasi Pertumbuhan Perusahaan Fintech Melalui Pasar Modal Indonesia dengan Initial Public Offering (IPO)”. Kegiatan yang merupakan perwujudan kolaborasi dalam ekosistem sektor jasa keuangan ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman serta keikutsertaan penyelenggara fintech dalam Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia.

“Penyelenggaraan acara pada hari ini sangat bermanfaat bagi perusahaan-perusahaan fintech yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai apa yang perlu dipersiapkan oleh perusahaan apabila berminat melakukan Initial Public Offering (IPO) di pasar modal. Untuk perusahaan yang berminat, penting kiranya untuk mengetahui seluk-beluk, termasuk potensi, penilaian, dan tantangan yang akan dihadapi sepanjang proses ini. Saya mengapresiasi kerjasama dan dukungan yang baik dari Bursa Efek Indonesia kepada para pelaku di industri fintech Tanah Air,” kata Dickie Widjaja, Wakil Sekretaris Jenderal AFTECH, ketika membuka acara ini.

Senada dengan Dickie, Pandu Patria Sjahrir, Komisaris PT Bursa Efek Indonesia, menyampaikan bahwa secara umum perusahaan-perusahaan teknologi di Indonesia, termasuk fintech, sudah cukup mature untuk bisa go public. Meskipun demikian, ia menyadari bahwa pemahaman investor publik di Indonesia mengenai perusahaan teknologi masih perlu ditingkatkan.

“Terkait dengan cara menilai perusahaan, misalnya, publik cenderung melihat berapa price to earning (PE), padahal terdapat cara-cara lain dalam melakukan penilaian. Sedangkan untuk regulasinya, saat ini BEI terus berdiskusi dengan OJK mengenai beberapa hal. Tapi satu hal yang ingin saya ingatkan, fintech di Indonesia akan terus mengalami pertumbuhan lebih banyak lagi, sehingga akan berperan sangat besar terutama dari sisi inklusi keuangan dan ini bisa menjadi masa depan Indonesia,” kata Pandu.

“BEI mendukung penyelenggaraan acara hari ini serta berharap agar kolaborasi dengan AFTECH dapat terus ditingkatkan. Hal ini menjadi kian penting mengingat bahwa peningkatan edukasi, literasi, dan kolaborasi di antara para pemangku kepentingan merupakan salah satu kunci dalam memajukan ekosistem fintech di Indonesia. Akhirnya, saya berharap agar para penyelenggara fintech terdorong untuk menjajaki strategi penguatan permodalan perusahaan melalui pasar modal,” tambah Pandu.

FinTech Talk ini juga menghadirkan narasumber: Hendra Ahmad Hidayat (Kepala Unit Evaluasi dan Pemantauan, PT Bursa Efek Indonesia), Kerry Rusli (Direktur Corporate Finance/Investment Banking, Sinarmas Sekuritas), dan Suwandi (Chief Executive Officer, Cashlez) sebagai Pembicara serta Rama Mamuaya (Chief Executive Officer Dailysocial.id & Director DSInnovate.com) sebagai Moderator.

 

-SELESAI-

Tags :
SHARE
Komentar
Mohon isi nama anda
Mohon isi email anda dengan benar
Mohon isi komentar anda

Laporkan
Kepada Kami

021 - 29601419

Senin - Jumat, pukul 08.00 - 17.00 WIB

X
Mohon isi nama anda
Mohon isi email anda dengan benar
Mohon isi platform aplikasi anda
Mohon ceritakan masalah anda
Mohon pilih file anda

Welcome Fintech
Members!

X

Sign in here to access your profile and search for other members

Mohon isi email anda
Mohon isi password anda

Remember Me